Jakarta, 20 Juli 2025 – Pemerintah Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah intensif membahas implementasi pajak karbon sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim dan pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca. Pembahasan ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang mengatur pengenaan pajak karbon mulai 1 April 2022. Instagram+2Direktorat Jenderal Pajak+2Berkas DPR+2Direktorat Jenderal Pajak+4DDTCNews+4Media Keuangan+4
Tarif Pajak Karbon dan Mekanisme Penerapan
Dalam rapat kerja antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Komisi XI DPR RI pada Oktober 2021, disepakati tarif pajak karbon sebesar Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO₂e). Tarif ini lebih rendah dari usulan awal sebesar Rp75 per kg CO₂e. Pajak karbon dikenakan atas emisi yang dihasilkan oleh sektor-sektor seperti pembangkit listrik tenaga uap berbasis batu bara, industri semen, dan transportasi berbahan bakar fosil. Berkas DPR+2forum.ortax.org+2MUC Consulting Group+2hukumonline.com+1Berkas DPR+1
Subjek pajak karbon mencakup individu atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu. Pajak karbon terutang pada saat pembelian barang yang mengandung karbon atau pada akhir periode tahun kalender dari aktivitas menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu. Penerimaan dari pajak karbon direncanakan akan dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim dan pembangunan rendah karbon. DDTCNews+3forum.ortax.org+3Direktorat Jenderal Pajak+3DDTCNews+4Berkas DPR+4forum.ortax.org+4
Dukungan DPR terhadap Penerapan Pajak Karbon
Komisi XII DPR RI mendukung penerapan pajak karbon sebagai instrumen yang efektif dalam menurunkan emisi karbon dan mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Wakil Ketua Komisi XII, Putri Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa pajak karbon dapat mendorong partisipasi seluruh sektor dalam penurunan emisi dan memperkuat sistem perdagangan karbon domestik. Selain itu, DPR juga mendorong pengembangan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) sebagai bagian dari strategi mitigasi perubahan iklim. Instagram+3DDTCNews+3emedia.dpr.go.id+3emedia.dpr.go.id+1DDTCNews+1
Tantangan Implementasi Pajak Karbon
Meskipun telah memiliki dasar hukum, implementasi pajak karbon di Indonesia menghadapi beberapa tantangan. Tarif pajak karbon yang ditetapkan sebesar Rp30 per kg CO₂e masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara seperti Swiss atau Norwegia yang mencapai EUR 60 per ton. Selain itu, kesiapan infrastruktur, sistem pengukuran, pelaporan, dan verifikasi (MRV), serta integrasi antara sistem pasar karbon dan perpajakan menjadi isu yang perlu diselesaikan. Pemerintah diharapkan menetapkan regulasi turunan untuk mengatur tata cara pelaporan, pembayaran, dan pelaporan pajak karbon secara integratif. Pembentukan lembaga otoritas karbon nasional lintas sektoral juga diperlukan untuk menyatukan sistem pasar karbon dan perpajakan.
Langkah Selanjutnya
Pemerintah dan DPR terus berkoordinasi untuk menyempurnakan regulasi terkait pajak karbon dan memastikan kesiapan implementasinya. Diharapkan, dengan dukungan semua pihak, pajak karbon dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mengurangi emisi karbon, mendorong transisi menuju ekonomi hijau, dan mencapai target pembangunan berkelanjutan Indonesia.